PURWAKARTA, erajabar.my.id,- Agus Yasin, seorang pemerhati kebijakan, menyoroti adanya ketidaksesuaian dalam realisasi belanja barang dan jasa pada Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayaan (Disporaparbud) Purwakarta tahun 2023.
Temuan ini berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan bahwa dalam pertanggungjawaban tersebut terdapat transaksi yang tidak mencerminkan realitas, dengan total anggaran yang terindikasi bermasalah mencapai Rp. 360.430.883,00.
Dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023, Disporaparbud menggunakan mekanisme Ganti Uang (GU) atau reimburs untuk pengadaan barang cetakan, penggandaan, serta persediaan bahan logistik kantor.
Meski mekanisme ini diperbolehkan, audit BPK menemukan bukti yang tidak sesuai dengan transaksi sebenarnya, dengan nilai total belanja barang dan jasa sebesar Rp. 387.560.100,00 sebelum dipotong pajak.
Kronologi permasalahan yang ditemukan BPK juga menunjukkan ketidakberesan dalam pencatatan oleh Bendahara Pengeluaran (BP). BP tidak memiliki buku pencatatan penerimaan dan pengeluaran yang diterima dari pihak penyedia.
Selain itu, BP menyerahkan bukti pertanggungjawaban yang berasal dari dana yang dikembalikan oleh penyedia, dengan nilai bukti yang terkumpul hanya Rp. 36.088.223,00.
Dalam temuan tersebut, keuntungan penyedia mencapai 7% dari nilai transaksi bersih, yakni sebesar Rp. 27.129.207,00, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada yang tidak berhak sebesar Rp. 27.129.207,00. Sementara itu, belanja barang dan jasa yang tidak dapat diyakini kebenarannya mencapai Rp. 360.430.893,00.
Menurut Agus Yasin, permasalahan ini disebabkan oleh kurang optimalnya Kepala Disporaparbud dalam melakukan pembinaan terkait pertanggungjawaban dan pelaporan, serta ketidakpatuhan Bendahara Pengeluaran dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Agus juga mengungkapkan bahwa pengadaan ini melibatkan beberapa penyedia jasa, seperti CV Lingga Terang Jaya, CV Ridwan Perkasa, CV Santika Jaya, dan CV Tiarsa Hurip, dengan nilai pengadaan mencapai Rp. 387.560.100,00, belum termasuk pajak.
Ia menambahkan bahwa proses ini tidak sesuai dengan berbagai regulasi, seperti Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 141 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Pasal 7 huruf f Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Agus Yasin menegaskan bahwa temuan ini harus segera diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak berpotensi merugikan negara lebih lanjut. Jika tidak segera diselesaikan, kasus ini dapat berimplikasi hukum, terutama terkait dengan tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Jum’at, (13/09).
Reporter : Red