PURWAKARTA, erajabar.my.id,-Maraknya pemasangan banner, panplet dan selebaran alat peraga kampanye saat ini. Selain dianggap curi start, juga dalam penggunaan bahasanya ada yang terkesan arogan. Dan menggambarkan karakter sesungguhnya, di balik kebaikan yang ditabur dengan menyimpan kesemuan semata.
” Secara leksikalitas kata “aing” merupakan morfofonemik, yang bila diresapi terindikasi kurang mendidik bagi tata krama dengan bahasa. Hal ini akan berpengaruh buruk bagi generasi yang awam tentang bahasa. Kata Pengamat Kebijakan Publik, Agus M Yasin.
Dikatakan Agus M Yasin, Kata “aing” dalam dialek sunda menunjukan kata dasar yang kasar, baik dalam penuturan maupun intonasinya. Memaknai hal tersebut di atas, serta menyikapi bahasa bahasa yang dituliskan dalam berbagai alat peraga kampanye. Seperti “Bapa Aing, Bupati Aing, Presiden Aing dan Partai Aing”, adalah bahasa ysng lebih cenderung memperlihatkan arogansi dan tidak mendidik secara etika.
Maka sangatlah disayangkan, jika seorang calon pemimpin atau calon pejabat dalam komunikasi politiknya menggunakan bahasa seperti itu. Memang tidak ada larangan untuk menggunakan kata atau bahasa apapun, namun jika memiliki adab dan tata krama “kesundaan” tentunya hapal. Bahasa seperti itu digunakan untuk ke siapa dan menunjukkan apa ?
Lebih lanjut dikatakan Agus M Yasin, apabila ditelaah lebih jauh dapat disimpulkan, bahwa orang tersebut menggambarkan keinginan yang menggebu dan terkesan akan melakukan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Bahasa itu juga menular kepada para pendukungnya untuk melakukan hal yang sama, dalam mempengaruhi dan mengelabui orang banyak.
Reporter : Red/rz